DaerahGunung Kidul

Leptospirosis Mewabah di Kabupaten Gunungkidul, Panewu Semin Dan Puskemas Beri Edukasi Gapoktan

×

Leptospirosis Mewabah di Kabupaten Gunungkidul, Panewu Semin Dan Puskemas Beri Edukasi Gapoktan

Sebarkan artikel ini

Beritaajogja, (Gunungkidul – Semin) – Leptospirosis masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat di Kabupaten Gunungkidul, oleh karena itu, pemerintah Kapanewon Semin bersama Puskesmas Semin 1 dan 2 serta Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Semin menjalankan program edukasi tentang bahaya penyebaran bakteri Leptospirosis kepada Gapoktan Ngudi Luhur di Padukuhan Karangpilang Kidul, Kalurahan Rejosari, Kapanewon Semin, Kabupaten Gunungkidul. Tujuan dari edukasi ini adalah agar para petani melalui Gapoktan dapat memahami asal-usul bakteri ini dan melakukan pencegahan sejak dini.

Panewu Semin, Haryanto SE, menjelaskan bahwa Leptospirosis disebabkan oleh bakteri yang menyerang hewan seperti tikus, sapi, anjing, dan hewan lainnya melalui urine. Edukasi yang dilakukan bertujuan agar para petani memahami penyebabnya, cara-cara pencegahannya, dan juga bagaimana mengatasi dampak yang mungkin timbul.

Pentingnya edukasi ini terlihat dari beberapa kecamatan di Kabupaten Gunungkidul yang telah melaporkan korban jiwa akibat Leptospirosis. Oleh karena itu, upaya pemerintah setempat untuk mengedukasi masyarakat di Kapanewon Semin dianggap sangat penting.

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira yang bisa menyebar melalui urine atau darah hewan terinfeksi seperti tikus, sapi, anjing, dan babi. Gejala yang muncul mirip dengan penyakit flu namun bisa lebih berat dan disertai bengkak di kaki dan tangan serta perubahan warna kulit menjadi kuning. Bila tidak diobati dengan benar, Leptospirosis dapat menyebabkan kerusakan organ dalam dan berpotensi mengancam nyawa.

Penyebaran bakteri Leptospira ke manusia bisa terjadi melalui kontak langsung kulit dengan urine hewan yang membawa bakteri, kontak kulit dengan air atau tanah yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri, atau melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh urine hewan yang membawa bakteri.

Bakteri Leptospira juga bisa memasuki tubuh manusia melalui luka terbuka, baik luka kecil maupun luka yang lebih besar, serta melalui mata, hidung, mulut, dan saluran pencernaan. Penularan antarmanusia terbilang jarang terjadi melalui ASI atau hubungan seksual.

Leptospirosis umumnya sering ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis seperti Indonesia, yang memiliki iklim panas dan lembap yang mendukung kelangsungan hidup bakteri Leptospira.

Orang yang rentan terhadap Leptospirosis adalah mereka yang banyak beraktivitas di luar ruangan seperti pekerja tambang, petani, atau nelayan, sering berinteraksi dengan hewan seperti peternak, dokter hewan, atau pemilik hewan peliharaan, memiliki pekerjaan terkait saluran pembuangan atau selokan, tinggal di daerah rawan banjir, dan sering melakukan olahraga atau rekreasi air di alam terbuka.

Penderita Leptospirosis mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali, tetapi kebanyakan mengalami gejala flu setelah 1-2 minggu terpapar bakteri Leptospira. Gejala ini mencakup demam tinggi, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, diare, mata merah, nyeri otot terutama di betis dan punggung bawah, sakit perut, bintik merah di kulit yang tidak hilang saat ditekan, dan gejala lainnya.

Jika Anda mengalami gejala tersebut, segera periksakan diri ke IGD rumah sakit atau puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan secepatnya sebelum gejala tersebut semakin parah.