Beritajogja.co, – Penambangan batu putih yang menabrak tanah kas desa (TKD) yang dilakukan oleh Lurah Sampang dilaporkan warga Kalurahan Sampang, Kapanewon Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul ke Kejaksaan Negeri Gunung Kidul.
Dalam surat laporan pengaduannya, tertanggal 13 November 2023. warga melamporkan sejumlah bukti terkait aktifitas penambangan Tanah Kas Desa (TKD) yang merugikan masyarakat sekaligus pemerintah.
“Aktivitas penambangan itu sudah mulai sejak Agustus 2022 yang lalu, dan membawa dampak kerusakan lingkungan yang luar biasa. Mulai dari polusi udara berupa debu bertebaran, suara yang berisik dari alat berat, hingga rusaknya insfrastruktur mulai jalan yang hancur akibat lalu lalang dump truk hingga robohnya pagar SD akibat tak kuat menahan getaran alat berat,” kata seorang perwakilan warga yang minta identitasnya disembunyikan saat di temui Opinijogja.com di Wonosari. Sabtu, (2/12/2023).
Menurut warga yang lain, aktivitas penambangan itu awalnya dilakukan oleh PT Slamet Jaya Sentosa dari Klaten. Lalu sekarang dikelola oleh PT Pueser Bumi Sejahtera yang berkantor di Boyolali. Warga mengaku tak bisa berbuat banyak lantaran dibelakang aktivitas pertambangan itu ada oknum TNI AU yang bertindak sebagai backing yang turut bertanggung jawab dalam persoalan ini.
“Dalihnya untuk uruk jalan tol Jogja Solo yang melintasi Klaten. Setiap hari ratusan dump truk hilir mudik mengangkut batu dan melintasi jalan di desa kami. Dampaknya jalan hancur tanpa perbaikan sampai saat ini.” Tambahnya.
Warga menuturkan Pada awalnya PT SJS hanya menambang dilokasi yang ada di Padukuhan Kayen, Kalurahan Sampang ini hanya 59 hari sejak Agustus hingga November 2022, Lantaran sering diprotes warga, akhirnya aktifitas pertambangan yang diduga warga illegal tersebut dihentikan. Namun sejak bulan Juli 2023 hingga saat ini aktifitas pertambangan batu itu kembali dilakukan.
“Lalu pada bulan Agustus 2023 warga unjukrasa di balai desa mempertanyakan terkait pertambangan ini, katanya sudah berijin SIPB (Surat Ijin Pertambangan Batuan) nomor 109/SIPB/PMDN/2022 yang dikeluarkan Kementerian Investasi/BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Unjuk rasa ini tidak menemukan titik temu,” lanjut warga.
Aktivitas pertambangan terus berlanjut hingga memantik gelombang kedua unjukrasa yang dilakukan pada 3 Oktober 2023. Kali ini warga lebih fokus dengan mempertanyakan status tanah yang ditambang oleh PT Pueser Bumi Sejahtera. Sebab sepengetahuan warga lahan itu milik pemerintah kalurahan Sampang alias tanah desa Sampang.
“Itu untuk pelungguh Dukuh Sengonkerep yang berada di Kayen. Dan setahu kami, kalau memanfaatkan tanah kas desa (TKD) itu harus seijin Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sekaligus Gubernur DIY,” terusnya.

Warga pelapor melanjutkan, Kala itu Suharman, Lurah Sampang mengakui kalau pertambangan itu ada yang menabrak tanah desa. Ketika dikejar masalah Surat Kekancingan dari Paniradya/Panitikismo Keraton Ngayogyakarta terkait perijinan tanah desa untuk ditambang, Lurah Suharman berkilah saat ini kekancingan sedang diurus Jogoboyo.
“Hingga sekarang ijin dari Gubernur DIY tidak ada, dan dasar pertambangan itu hanya SIPB tanpa adanya ijin AMDAL (Analisis Masalah Dampak Lingkungan) maupun Ijin Usaha Pertambangan. Dengan kata lain tidak ada hitung-hitungan pajak yang masuk ke Kalurahan Sampang maupun Pemkab Gunungkidul. Maka terkait hal ini kami laporkan hal ini ke Kejaksaan Negeri Gunungkidul agar ditindak lanjuti sesuai hukum dan perundang undangan yang berlaku di Republik Indonesia ini,” tandasnya.
Perwakilan warga ini menambahkan, pihaknya memilih mengadukan perkara hukum ini ke Kejaksaan Negeri Gunungkidul lantaran menyengatnya aroma korupsi, kolusi dan pelanggaran hukum yang pelik.
“Kejaksaan kami nilai pihak yang peling berkompeten terkait masalah pelanggaran hukum utamanya kasus kasus tanah desa, tanah kas desa, hingga Sultan Ground. Terbukti di Sleman sudah ada beberapa lurah digulung lantaran menyalah gunakan wewenang terkait tanah tanah seperti diatas. Nah kami ingin di Gunungkidul juga seperti itu, pelanggaran di Sampang silahkan dibongkar sampai tuntas,” pungkasnya.
Saat dikonfirmasi oleh Opinijogja.com terkait pelaporan warganya lurah Kalurahan Sampang Suharman, mengakui bahwa ada sebagian tanah desa yang memang terkena dampak pertambangan ini.
“Namun itu semua tidak semata mata melanggar, sebab ada proposal permohonan warga yang dikirimkan kepada kami untuk meminta uruk. Sebagian untuk menguruk lapangan, untuk halaman masjid dan pondok pesantren. Sedangkan masalah ijin dari Keraton, saya no comment,” kata Suharman.
Sementara itu Slamet Jaka Mulyana, S.H, M.H, Kepala Kejaksaan Negeri Gunungkidul saat dihubungi Opinijogja.com membenarkan terkait adanya laporan pengaduan dari warga Sampang.
“Sepanjang ada laporan dari warga pasti kami tindak lanjuti, prosesnya segera dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan terlebih dahulu. Meski begitu kita juga koordinasi mohon petunjuk dengan pimpinan yang lebih atas,” tegasnya.
Hingga berita ini ditayangkan, aparat penegak hukum Kejaksaan Negeri Gunungkidul masih melakukan pengumpulan bukti-bukti terkait pelaporan warga masyarakat Kalurahan Sampang ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Gununglidul.